Jadi pelan-pelan kita akan terapkan," kata Arnaldo saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (12/7). Di tingkat SD kata dia, kurikulum merdeka belajar hanya diberlakukan untuk jelas 1 s.d 4. Untuk SMP mulai kelas 7-9. "Kenapa kami tidak langsung terapkan di semua kelas, karena proses penyesuaian kurikulum tidak semudah yang kita bayangkan. JawabanSudahPembahasanMerdeka artinya bebas dari penjajah. Indonesia dulu dijajah oleh Belanda dan Jepang. Pada saat itu, Para penjajah ingin mengambil rempah - rempah yang ada di Indonesia, seperti Cengkih, pala, kunyit, jahe, kencur dan masih banyak mereka mengambil rempah - rempah di Indonesia PertamaDi luar negeri, rempah rempah berguna untuk kesehatan tubuh, dan juga menghangatkan tubuh ketika cuaca negeri, jika rempah - rempah ditanam maka ia akan susah tumbuh, bahkan cepat mati saat cuaca menurut pendapat saya, semoga membantu Jawabanbelum,karena apabila dikatakan sudah merdeka adalah suatu negara yang bebas dari kejahatan contoh nya saja masih korupsi apakah itu sudah disebut dengan merdeka? Indonesia merdeka hanya sampul nya saja,,,tetapi dari dalam Indonesia belum lupa follow me;and jadikan jawabanku yng tercerdass
Janganjangan seperti itu,” ujar Jokowi. Ia menilai meski bangsa Indonesia telah merdeka selama 76 tahun, namun belum bisa melepaskan mental inferior, inlander dan terjajah. “Meskipun kita sudah 76 tahun merdeka, dan merdekanya pun lewat sebuah perjuangan yang panjang bukan diberi, tapi DNA itu yang masih terus jadi kepikiran saya, jangan
BESOK adalah hari kemerdekaan negara kita tercinta, Indonesia, yang ke-68 tahun. Meskipun di televisi dan koran yang sering kali menjadi headlines adalah pejabat demi pejabat tertangkap KPK, dan di pengadilan terbukti bersalah, kita harus tetap merasa bersyukur bahwa kita berada di sebuah negara yang sudah yang saya maksud di sini adalah bahwa negara kita sudah diakui dunia sebagai negara yang berdaulat, sejak 17 Agustus 1945. Akan tetapi, apakah negara kita sudah benar-benar ”merdeka”? Pertanyaan ini sering kali menjadi pertanyaan sindiran politikus maupun mahasiswa, dan aktivis terhadap kinerja pemerintah. Negara kita yang begitu kaya atas hasil laut, tetap harus mengimpor ikan tuna yang notabene ditangkap di perairan kita sendiri?Negara yang luas ini juga harus mengimpor buah-buahan dari Thailand? Semua yang dilakukan pemerintah pasti punya alasan sendiri. Mereka punya analisis sendiri. Saya yakin semua itu dilakukan bukan semata mencari ”gampangnya” saja. Tapi saya juga cukup yakin, kalau mau berusaha... mungkin 5–10 tahun dari sekarang negara kita bisa swasembada pangan. Beberapa hal masih tetap harus impor, tidak masalah, tapi bukan semuanya impor. Kenapa saya bilang 5–10 tahun lagi?Karena memang hasil yang maksimal tidak akan pernah bisa kita rasakan secara instan. Mana ada sukses yang instan? Semua butuh proses. Ketika dalam proses itu, harus ada kesungguhan untuk menjalaninya, demi sebuah pencapaian yang maksimal. Itu tentang negara kita yang besok ulang tahun ke-68. Bagaimana dengan diri Anda? Apakah Anda sudah ”merdeka”? Untuk sebuah negara yang belum diakui kedaulatannya, tujuan mereka untuk merdeka adalah untuk diakui seluruh dunia bahwa negara tersebut sudah secara hukum ”eksis” di peta jelas, arti merdekanya pun jelas. Nah, kalau untuk Anda, sudah tahu belum apa arti merdeka untuk diri Anda? Mungkin untuk anak remaja, arti merdeka bagi mereka adalah ketika mendapatkan kepercayaan oleh orangtuanya untuk boleh bermain dengan teman-temannya. Untuk mahasiswa, mungkin arti merdeka buat mereka adalah ketika mereka bebas memilih jurusan yang mereka para pekerja kantoran, merdeka untuk mereka adalah ketika mereka dipercaya oleh atasan untuk menggunakan kreativitasnya dalam menyelesaikan tugas yang diberikannya. Bagi entrepreneur, mungkin arti merdekanya adalah ketika mereka bisa bebas pergi dan pulang kantor jam berapa pun yang mereka inginkan, dan bebas mengambil keputusan apapun untuk perusahaan hanyalah daftar contoh-contoh arti merdeka bagi mereka masingmasing. Bagi saya, arti merdeka adalah financial freedom, di mana saya tidak lagi perlu untuk berpikir dan bekerja demi menghasilkan uang untuk kebutuhan keluarga, pendidikan anak, dan gaji karyawan yang ada di perusahaan-perusahaan saya selamanya. Uang memang bukan segalanya, tapi kita harus sadari bahwa uang itu kita hidup di dunia yang memerlukan uang untuk bisa melangsungkan hidup kita. Untuk tinggal, kita butuh rumah. Untuk makan, kita butuh makanan. Kita butuh baju. Kita butuh kendaraan transportasi untuk bepergian. Kita butuh hiburan. Dan semua itu hampir tidak ada yang gratisan. Kita butuh uang untuk membeli atau membayar itu semua. Kalau kita mampu meraih yang namanya financial freedom, di mana kita tidak lagi perlu bekerja dengan tujuan mencari nafkah, kebayang kan bahwa hidup kita bisa lebih ”sesuai dengan apa yang kita inginkan”?Mungkin Anda berpikir, ”Wah, kalau saya sudah tidak perlu bekerja dan uang mengalir masuk terus, saya akan A, B, C, D – Z”. Apakah ini salah? Tidak. Keinginan setiap orang berbeda. Apa yang membuat seseorang bahagia pun berbedabeda. Saat ini, saya sendiri belum ”merdeka". Saya masih harus terus berjuang untuk membesarkan perusahaan-perusahaan yang telah saya lahirkan bersama dengan mitra-mitra bisnis belum mampu untuk tidak melakukan apa-apa, atau berkeliling dunia tanpa harus memikirkan bagaimana caranya agar uang terus mengalir ke dalam kas saya dan kas perusahaan. Yang pasti, setiap kali saya ”bermimpi” kalau suatu saat saya bisa mencapai financial freedom, saya ingin bisa lebih fokus ke lebih banyak lagi kegiatan-kegiatan sosial yang ada. Jadi bukan hanya berbagi lewat uang, tapi juga lewat ide, tenaga, dan saat ini saya sudah banyak melakukan kegiatan sosial, tapi menurut saya belum cukup. Saya merasa belum puas. Saya merasa bahwa apabila saya sudah mencapai financial freedom, saya akan mampu lebih banyak lagi berbagi. Itu yang saya inginkan. Anda pernah membaca buku Robert Kiyosaki yang judulnya Rich Dad Poor Dad? Ini buku yang membuat saya mulai merencanakan financial freedom saya di tahun itu saya menjabat sebagai General Manager Oakley Indonesia, dan saya untuk kali pertama menjadi ikut menanam modal dan menjadi shareholder di perusahaan yang saya ciptakan bersama mitra bisnis saya, Rudhy Buntaram. Lahirlah PT Jakarta International Management. Sejak saat itu, saya bersama mitra-mitra bisnis saya lainnya sudah membangun beberapa yang bertahan hingga sampai sekarang, ada juga yang bangkrut. Belasan unit bisnis yang kami bangun di bawah naungan perusahaan-perusahaan tersebut juga tidak semuanya berjalan mulus. Ada yang semakin berkembang, ada yang masih kerdil, bahkan juga ada yang sudah ditutup. Semua ini saya lakukan, karena memang tujuan saya adalah untuk memiliki financial freedom. Di buku Rich Dad Poor Dad, yang saya jalankan ini masuk ke dalam kuadran ”B” = buku itu juga dijelaskan bahwa financial freedom bisa dinikmati oleh mereka yang memiliki bisnis dan atau memiliki investasi saham, sewa-menyewa properti, dan sebagainya. Bagi pekerja kantoran maupun self employed dokter, MC, pembicara, mereka akan selamanya harus terus bekerja untuk mendapatkan uang. Salah satu deskripsi ”merdeka” atau yang saya maksud dengan financial freedom di sini adalah ketika kita memiliki passive income yang melebihi dari kebutuhan kalau misalnya pemasukan dari royalti buku dan kos-kosan yang disewa-sewain Rp100 juta/bulan, sementara kebutuhan hidup sehari-harinya hanya Rp5 juta, ini baru ”merdeka”, menurut saya. Nah, apa merdeka menurut Anda? Coba renungkan deh. Arti merdeka buat Anda sama dengan apa tujuan yang ingin Anda capai. Kalau Anda tidak tahu apa arti merdeka untuk Anda, berarti Anda saat ini setiap hari hanya menjalankan rutinitas saja. Hidup Anda kemungkinan besar tidak memiliki enak sih hidup seperti itu? Menurut saya, apa pun arti merdeka buat setiap orang pastinya berbeda-beda, dan tidak ada yang salah. Negara kita sudah merdeka, dengan segala kekurangannya. Apakah Anda sudah merdeka, atau setidaknya, apakah Anda sudah sedang berjuang demi kemerdekaan hidup Anda? See you ON TOP!BILLY BOEN CEO PT YOT NusantaraDirector PT Jakarta International ManagementShareholder, Rolling Stone billyboenPenulis Buku ”Young On Top”, ”TOP Words”, dan ”TOP Words2” Hariini saya mengikuti Lead Young Online Summit yang diselenggarakan oleh Ashoka Indonesia. Alhamdulilah menambah semangat untuk berkarya apa saja yang sekiranya bermanfaat untuk diri saya sendiri dan juga orang lain. Jika para anak-anak muda saja semangat, masak kita yang sudah umur kepala 3 malah melempemhehehe Belajar dari para anak Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Tulisan ini untuk melengkapi sekaligus merespon tulisan saya sebelumnya Baca Merdeka Bangsaku, Medeka Kaki dan PerutkuJudul tulisan ini merupakan pertanyaan yang tidak mudah dijawab dengan gamblang. Apakah kita sudah merdeka, tergantung pada diri pribadi kita masing-masing. Banyak tolok ukur kemerdekaan menurut saya orang yang awam ini. Merdeka dalam sandang, merdeka dalam pangan, merdeka dalam pendidikan, merdeka dalam pekerjaan, merdeka dalam keuangan, merdeka dalam berusaha, merdeka dalam beribadah sesuai agama, merdeka berpendapat, merdeka bertetangga dan banyak lagi indikator merdeka merdeka yang lain. Sebagai orang yang bertanggung jawab dapat saya jawab bahwa belum sepenuhnya kita mendapatkan kemerdekaan dalam setiap aspek yang disebut di atas. Namun setidaknya kita telah sedang menuju kepada kemerdekaan itu sendiri. Anda berpakain kan? Anda makan setiap hari kan? Anda yang membaca tulisan ini saya yakini minimal berpendidikan bukan? Anda memiliki uang bukan? Anda bebas melakukan usaha bukan? Anda bebas beribadah menurut agama anda bukan? Anda bebas berpendapat bukan? Tetangga Anda baik baik dan tidak menggangu bukan?Kalau mayoritas jawaban anda adalah "YA", maka sejatingya kita telah sedang mereguk kemerdekaan itu. Itu tidak bisa kita pungkiri. Maka bohong besar kalau ada orang yang bilang bahwa kita belum merdeka. Memiliki banyak kekurangan dan tantang dipastikan iya. Namun jangan dustai diri anda dengan mengatakan bahwa kita belum merdeka. Malah menghujat berbagai pihak termasuk menyalahkan pemerintah yang telah berusaha dan bekerja keras menghela bangsa ini untuk kemajuan kemajuan di berbagai sangat bangga menelisik berbagai kemajuan yang telah dicapai bangsa ini. Mulai dengan maraknya pembangunan jalan tol, pembangunan bendungan di banyak daerah, pembenahan instansi instansi pemerintahan, perbaikan Badan Usaha Milik Negara BUMN, cobalah lihat pegawai pegawai BUMN sekarang dan bandingkan dengan kondisi yang lalu, amati Aparat Sipil Negara ASN, Amati gedung gedung dan instansi pemerintah, semua bergerak menuju titik yang sama. Perbaikan. Saya adalah pengamat yang diam diam mengamini dalam hati secara pribadi akan terjadinya perbaikan dan perubahan pada berbagai aspek bangsa ini. Banyak hal yang saya lihat dan kagumi terkait perubahan perubahan yang terjadi dalam bangsa kita. Kebetulan oleh karena tugas sering bepergian, saya mengamati beberapa aspek kehidupan kita semua menuju titik yang sama, yakni perbaikan yang massive dan hal di atas sungguh membanggakan saya secara pribadi. Ketika mencoba menaiki LRT di Palembang awalnya masyarakat masih enggan berubah dari moda trasnportasi konvensional ke moda transportasi berbasis rel. 1 2 Lihat Sosbud Selengkapnya Kapandata update nya dan apakah akun SIM PKB kita sudah aktif / Registrasi atau belum. Yuk silahkan simak langkah-langkahnya berikut ini. Merdeka Belajar Tahun 2022. 27 Jul 2022. 3. Beasiswa Microcredential bagi Guru Diksus (Pendidikan Khusus) Jenjang PAUD, SD, SMP, SMA, dan SMK Tahun 2022. Sudah 77 tahun lebih berlalu sejak teks proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan oleh Dwi Tunggal Soekarno-Hatta. Dalam teks proklamasi ditegaskan bahwa mulai saat itu Jum'at tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia menyatakan kemerdekaan dari penjajahan Jepang. Indonesia menyatakan kebebasannya dari pendudukan negara manapun dan seketika membentuk sebuah negara yang berdaulat dengan asas demokrasi dan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Di tahun ini kita akan merayakan kemerdekaan Indonesia yang ke-77 dengan kata lain Indonesia sebagai sebuah negara sudah cukup tua jika dibandingkan dengan negara-negara Asean lain selain Philippina dan Thailand. Pada usianya saat ini, apakah Indonesia sudah mampu mewujudkan cita-citanya yang terkandung dalam pembukaan UUD 45 dan mewujudkan ideologi negara dalam kehidupan sosial masyarakatnya. Iklan Sebagai sebuah negara kita memang sudah berdaulat sejak tahun 1945 namun sebagai bangsa apakah kita sudah sepenuhnya merdeka? Merdeka bisa diartikan sebagai kemandirian atau independen, sudahkah bangsa kita menjadi bangsa yang mandiri? Secara ekonomi, pendidikan, dan teknologi? Atau kita masih bergantun pada bangsa-bangsa yang lebih maju dalam beberapa hal seperti misalnya, teknologi dan industri. Dalam ekonomi, apakah kita sudah merdeka dari Kungkungan negara-negara adidaya? Atau kita masih mengekor demi menjaga kestabilan ekonomi, juga dalam politik, sudahkah kita merdeka secara politik dari pengaruh negara luar? Atau kita masih patuh terhadap satu kekuatan besar. Demikian juga dalam pendidikan, sudah merdeka kah kita dalam bidang pendidikan? Demikian banyak pertanyaan yang mesti kita jawab bersama. Tentunya semua pihak di negara ini telah berupaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa dalam membentuk masyarakat yang cerdas dan mampu berlaku adil sehingga mewujudkan kemakmuran bersama. Namun, untuk mencapai tujuan tidak ada yang tanpa halangan. Seringkali kita temui hambatan-hambatan untuk tujuan tersebut berasal dari dalam diri bangsa kita sendiri. Seperti misalnya tingkah laku oknum pejabat yang masih suka melakukan korupsi, atau yang kerap kali mengeluarkan statement yang bernada provokasi sehingga membuat batasan dan menghadirkan polarisasi di tengah masyarakat. Tentu kita masih ingat, betapa polarisasi begitu terasa pasca Pilpres 2019. Dimana masyarakat kita terpolarisasi menjadi dua kubu pendukung calon presiden. Meskipun kedua putera terbaik bangsa itu kini berada dalam satu kapal yang sama untuk memajukan Indonesia, tetapi pada wilayah akar rumput masih sering kita jumpai perdebatan dan adu mulut yang tak perlu. Di bulan kemerdekaan ini ada baiknya kita melihat sedikit ke masa lalu, tentang bagaimana para pejuang kita bersatu padu untuk menuju dan mendapatkan kemerdekaan yang utuh. Lalu kenapa saat ini seakan kita mau menodai makna kemerdekaan hanya karena selisih paham dan pandangan belaka. Hanya karena berbeda pandangan politik kita menjadi saling bermusuhan dan bertikai? Bukankah kala itu ada berbagai aliran politik di negeri ini, tetapi mereka mau menurunkan ego masing-masing demi meraih kemerdekaan Indonesia. Dalam bidang pendidikan, kita sesungguhnya belum sepenuhnya merdeka, masih banyak masyarakat kita yang tak merasakan nikmatnya belajar karena kurangnya pemerataan infrastruktur dan sumber daya manusia. Secara ekonomi, masyarakat kita cenderung menjadi masyarakat konsumtif yang menjadi target pasar paling menarik, padahal seharusnya kita sudah mampu bersaing menjadi produsen yang memasok produk-produk konsumsi ke pasar global. Kita harus akui bersama, kecintaan kita pada produk-produk lokal masih dibawah kekaguman kita pada produk-produk luar, ambillah contoh publik-publik figur yang merasa bangga karena mengenakan baju-baju bermerk keluaran luar ketimbang buatan asli Indonesia. Mirisnya pejabat kita pun masih banyak yang demikian. Disisi lain, Presiden Jokowi hampir selalu dalam tiap kesempatan mempromosikan produk-produk dalam negeri. Di tengah pasar bebas kita memang harus membekali generasi muda dengan mental dan ilmu yang cukup untuk mampu bersaing di pasar global. Sebab pesaing kita adalah bangsa-bangsa yang lebih maju dalam berbagai hal. Namun bukan berarti kita tak bisa mengimbangi ataupun mengejar ketertinggalan kita. Kita masih punya kesempatan untuk memanfaatkan bonus demografi yang akan terjadi di kisaran tahun 2045-2050 dimana usia produktif lebih banyak dari usia non produktif. Tentu untuk menyiapkan hal itu, negara harus membina generasi muda sedini mungkin. Sehingga pada saat terjadi bonus demografi generasi kita bisa siapa untuk bersaing dengan pasar asing dalam hal produktifitas. Semoga semakin bertambah usia negara kita, semakin matang pula masyarakat kita dalam segala hal sehingga kita tak bisa dengan mudah seperti mainan kanak-kanak hanya untuk tujuan kelompok tertentu. Kita mesti merenungkan kembali sila ketiga "persatuan Indonesia" untuk mewujudkan sila kelima "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Mewujudkan cita-cita bangsa bukan sekedar tugas para pejabat dan pemerintah yang tengah bertugas tetapi itu menjadi tugas kita semua sebagai satu bangsa yang utuh, suatu bangsa yang dinaungi satu landasan yang sama yaitu Pancasila dengan semboyan yang mungkin akhir-akhir ini sering kita lupakan "Bhineka tunggal Ika". Pasawa, Depok, 05 Agustus 2022 Ikuti tulisan menarik Ilham Pasawa lainnya di sini.

Ingat kita meraih kemerdekaan dengan kekuatan sendiri!! Jadi mari bangun negara yang sudah merdeka ini dengan kekuatan sendiri!! Serius amat ya..? tapi kalo buat kamu yang mau tahu bagaimana susahnya meraih kemerdekaan kita dengan cara yang menyenangkan coba aja baca komik MERDEKA di Bukit Selarong terbitan Koloni M&C :D

Agrivina Bertha Wainesa Rembuk Saturday, 10 Jun 2023, 1304 WIB Surat kabar hingga media massa yang kita konsumsi setiap hari sudah secara implisit memberi tahu bahwa tubuh kita masih jauh dari merdeka. Di depan mata kita seringkali berlalu lalang berita tentang pelecehan, kekerasan, bahkan bagaimana tubuh kita sendiri yang masih terjebak dalam balutan stigma dan tuntutan masyarakat patut membuat kita mempertanyakan, apakah sudah sepenuhnya tubuh kita merdeka? Di balik citra idealisasi dan kemajuan yang terlihat di permukaan, tubuh perempuan masih menjadi medan pertempuran yang tak terlihat dalam perjuangan menuju kesetaraan gender. Meskipun telah terjadi perubahan sosial yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir, kenyataannya adalah bahwa tubuh perempuan masih belum merdeka sepenuhnya. Dalam era di mana perkembangan teknologi dan pengetahuan semakin maju, banyak perempuan yang masih berjalan dengan belenggu kekerasan dan tuntutan sosial. Menurut Komnas Perempuan, tahun 2021 tercatat sebagai tahun dengan jumlah kasus Kekerasan Berbasis Gender KBG tertinggi, yakni meningkat 50% dibanding tahun 2020, sebanyak kasus. Tingginya angka kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak menunjukkan bahwa hal tersebut masih menahan kemerdekaan kita. Selama pandemi COVID-19 kasus kekerasan berbasis gender mengalami peningkatan hingga 75%. Ditambah fakta bahwa 56% kekerasan tersebut terjadi di rumah yang seharusnya menjadi tempat pulang penuh rasa aman dan nyaman kini justru menjadi tempat yang mengancam. Terlebih tercatat bahwa tiga dari empat korban KBG mengenal pelaku kekerasan mereka, 27% dari mereka mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pasanganya sendiri. Setelah pasangan, teman dan orang tua adalah pelaku KBG kedua dan ketiga paling banyak. Dapat kita simpulkan bahwa Indonesia darurat KBG dengan peningkatan kasus yang sangat drastis Adanya kompleksitas isu yang melingkupi tubuh perempuan yang “belum” merdeka, perjuangan untuk mencapai kemerdekaan tubuh harus terus berlanjut. Banyak orang di luar sana yang berjuang melawan dan menyuarakan perihal apa yang seharusnya didengar, banyak yang sudah berteriak tapi sedikit yang mau mendengar. Semua pihak seharusnya secara kolektif menghadapi norma dan ekspektasi tubuh kita serta menghentikan penindasan dan kekerasan yang kerap terjadi. Dengan mengedepankan pendidikan, kesadaran, dan perubahan sosial yang inklusif, kita dapat menciptakan lingkungan di mana kita memiliki kontrol atas tubuh kita sendiri. Bagaimanapun, tubuh kita berhak untuk merdeka, bila kiranya suara kita dibungkam oleh dunia, jangan pernah berhenti untuk menyuarakan atas apa yang seharusnya milik kita. perempuan tubuh merdeka kebebasan Disclaimer Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku UU Pers, UU ITE, dan KUHP. Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel. Berita Terkait Terpopuler di Rembuk Terpopuler Tulisan Terpilih

Tanpasadar kemerdekaan apa yang kita pertingkari. Itu kah yang selama ini kita ngaungi dan kita pertingkari. Dan sudah berapa juta kali kita menodai bangsa ini dengan janji manis dan tipu muslihat kita selama ini. Mari kita memulai kisah baru untuk kemerdekaan ke 77 tahun bangsa ini. By. Muhammad Kahfi.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kritik Seni Pertunjukan Teater Apakah Kita Sudah Merdeka Teater apakah kita sudah merdeka dipentaskan oleh teater Dza 'Izza pada tanggal 28 Oktober 2021. Pementasan yang merupakan produksi ke-8 tersebut dipersembahkan dalam rangka memeriahkan perayaan Hari Santri Nasional dan Hari Sumpah Pemuda. Teater ini merupakan sebuah saduran dari naskah monolog karya Putu Wijaya yang dipentaskan oleh para santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam 3 Kampus Dza 'Izza, disutradarai oleh salah satu ustad mereka yang sangat menggandrungi seni panggung yaitu Ustad Ahmad Moehdor Al-farisi. Alasan beliau menyadurkan naskah drama monolog Putu Wijaya ini karena menurut beliau naskah tersebut sangat relevan dengan wejangan Mudirul Ma'had Daar El-Qolam Kampus 3 Dza 'Izza kiai Zahid Purna Wibawa, "dua hal yang menjadi tanda kemerdekaan seorang santri, yaitu Akhlakul Karimah dan ilmu pengetahuan. Jika dua hal itu tidak dimiliki, maka sejatinya ia terjajah oleh dirinya sendiri." Ada semacam benang merah dengan naskah drama tersebut. Adapun Tema yang diangkat dalam drama ini adalah kebangsaan atau sejarah, terlihat pada topik pembicaraan sang kakek dengan cucunya. Alurnya Flashback atau mundur, terlihat dari cara pembicaraan sang kakek yang menceritakan kepada cucunya masa-masa dahulu dia ikut berperang memperjuangkan Indonesia. Latar pada drama ini tidak digambarkan dengan spesifik. Perwatakan di dalam drama ini hanya dua orang pemain, sang kakek dan seorang cucu perempuannya. Adapun perwatakan kakek seorang yang terbuka dan apa adanya. Perwatakan cucu seorang yang ingin banyak tahu terutama tentang kemerdekaan dan kedua orang tuanya, polos, dan lugu. Keunggulan bila hanya membaca naskahnya saja, mungkin drama ini kurang menarik. Namun, ketika sudah diangkat menjadi pementasan drama ini menjadi cukup menarik. Teater Dza 'Izza mampu membuat naskah monolog Putu Wijaya menjadi pementasan yang hanya cukup menggunakan dua pemeran saja. Karena, yang saya lihat ada yang mementaskan naskah monolog ini lebihi dari tiga orang. Selain itu Pemain cukup mumpuni dalam hal ini, terutama sang kakek terlihat sangat menjiwai perannya. Musik yang digunakan Teater Dza Izza dalam drama apakah kita sudah merdeka menggunakan pertunjukan musik secara langsung, bukan menggunakan audio pada latar waktu dalam drama tersebut tidak dijelaskan secara detail yang membuat penonton bingung. Pada adegan kakek yang mengelap sepeda dan cucu yang sedang menyapu juga terkesan lama sehingga itu tidak diperlukan karena dapat membuat penonton merasa bosan. Pemeran utama dalam drama ini juga tidak terlihat jelas siapa yang memerankannya. Namun, jika dilihat pada monolog bebrapa kali yang dibawakan oleh sang kakek kemungkinan besar dialah yang menjadi peran utama dalam drama ini. Kesimpulannya setiap pertunjukkan pasti memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Untuk itu diadakannya kritik seni pertunjukkan karena dengan adanya kritik yang membangun dapat menjadikan pertunjukkan tersebut menjadi termotivasi untuk menampilkan pertunjukkan yang lebih baik daripada sebelumnya dan membuat pertunjukkan semakin berkembang seiring berjalannya waktu. Lihat Sosbud Selengkapnya
LzvD.
  • 632j8tmn16.pages.dev/411
  • 632j8tmn16.pages.dev/304
  • 632j8tmn16.pages.dev/29
  • 632j8tmn16.pages.dev/310
  • 632j8tmn16.pages.dev/463
  • 632j8tmn16.pages.dev/451
  • 632j8tmn16.pages.dev/147
  • 632j8tmn16.pages.dev/234
  • apakah kita sudah merdeka